Kali ini saya akan membagikan sebuah hasil karya saya, yang saya buat untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah menulis sastra yang tugasnya itu adalah menulis cerpen. tapi mohon maaf apabila karya saya ini belum layak disebut sebagi cerpen. semoga bermanfaat.
BUAH JATUH JAUH DARI POHONYA
Jeplak
breekk”…terdengar suara seseorang yang membuka pintu dengan terburu-buru
”Heyy
anak muda, bangunlah..!! lihatlah matahari sudah hangat, ayam sudah berkokok 5
jam yang lalu. Tapinkamu masih enak enakan memelu bantal, bersembunyi dibalik
selimut. Sadarlah anak muda sekarang kamu bukan anak kecil lagi, berpikirlah
dewasa. Tidur tidak akan membuat tubuhmu kenyang….!!”.
“Hhooammmpp…ada
apa sih Pak??? Dodo masih ngantuk, siapa juga yang lapar”. Dengan entengnya
dodo menjawab dan sedikit meledek apa yang telah dikatakan oleh ayahnya. Karena
merasa ter ganggu Bukannya bangun, ia malah membetulkan posisi tidurnya,
menyerong membelakangi pak odih.
“Anak
kurang ajar kamu ya, dengan emosi yang semakin meninggi Pak Odih membuka
gordeng kamar dan menarik selimut yang membelit di tubuh anaknya tersebut.
cepat bangun, bentak Pak Odih..!!”
Dengan
amat terpaksa Dodo menurunkan selimutnya, beranjak bangun. “Ahh dasarr Bapak..!!”
Melihat
ananknya akan segera bangun, Pak Odih kemudian beanjak mengambil bekal yang
sudah disiapkan istrinya. “Bu hari ini bapak akan pergi kesawah, ibu mau ikut??
Dodo juga akan ikut”. Pak Odih pamitan kepada istrinya.
“Ngga
aahh Pak, hari ini kan tetangga kita Bu Tuminah sedang melakukan persiapan
hajatan anaknya, malu Ibu kalau tidak ikut bantu-bantu”. Sekarangkan ada Dodo
yang membantu Bapak, Ibu besok saja ikut kesawahnya..!!”. Terang Bu Odih sambil
melanjutkan menyapu lantai.
Dengan
wajah yang kusam karena masih ngantuk, dan sedikit keterpaksaan Dodo bangun.
“Cepatlah
cuci mukamu, kemudian segera ganti bajumu. Baju yang kau pakai sekarang terlalu
bagus untuk dipakai kesawah...!!”
“Haaah
kesawah Pak??” Tanya Dodo. Dodo memang tidak pernah suka apabila ia diajak
kesawah ataupun kekebun oleh orang tuanya. Padahal dodo besar dan tumbuh di
keluarga dan lingkungan yang mayoritas seorang petani. Bahkan bisa dikatakan ia
tumbuh bersama lumpur sawah. Namun ketika Dodo menginjak usia remaja, dan
ketika tenaganya dibutuhkan untuk sekedar mencangkul ataupun menjaga padi dari
serangan hama burung pipit, Dodo seolah tak peduli. Dengan berbagi alasan ia
selalu mengelak apabila ayahnya mengajak ia kesawah ataupun kekebun. Ia seolah
alergi mendengar kata sawah atau kebun seperti sekarang ini.
“Iya…sekarang
kita akan pergi kesawah kamu harus ikut membantu Bapak”. Jawab Pak Odih.
Entah
kenapa, untuk kali ini Dodo tidak bisa menolak ajakan Bapaknya. Mungkin alasan
yang ia gunakan untuk mengelak sudah habis atau mungkin juga ia mulai berpikir dewasa dan merasa kasihan melihat
ayahnya yang mulai renta, atau mungkin
juga karena Dodo sudah bosan menjadi tukang tidur dirumah.
Setelah
Dodo selesai bersiap, mereka segera berangkat. Tak pernah ada kendaraan yang
mengantar Pak Odih pergi kesawah ataupun sandal utuk sekedar melindungi kaki Pak
Odih dari tajamnya batu-batu kerikil yang berserakan dijalan setapak. Memang
inilah jalan satu-satunya yang bisa dilalui pak odih untuk menuju sawahnya.
Dodo yang belum terbiasa harus ekstra
hati-hati melihat situasi jalan, karena selain banyak batu kerikil, jalan
tersebut juga becek. Dalam hati kecilnya Pak Odih merasa kasihan melihat
anaknya berjalan terjinjit-jinjit. Tapi mau bagaimana lagi ini semua ia lakukan
semata-mata agar Dodo mengerti bahwa menjalani sebuah kehidupan itu tidak mudah
ada banyak halangan untuk menuju sebuah kesuksesan. Butuh beribu-ribu tetes
peluh keringat demi mendapat sesuap nasi.
Setibanya
disawah Dodo langsung beranjak, melompat melewati parit irigasi. Ia naik ke
sebuah dermaga sawah yang letaknya agak tinggi bermaksud untuk singgah ke
sebuah saung yang bentuknya sudah agak miring dan reyot seperti mau runtuh.
Kemudian ia duduk di atas ranjang saung tersebut, sembari membersihkan kakinya
dari lumpur dengan menggunakan rumput yang ada dihadapannya sambil melihat
keadaan sekitar. Tidak banyak yang berubah dari tempat ini, saung, lumpur, dan
teriknya matahari masih sama seperti dulu. Kapan ya terakhir kali aku bermain
lumpur disawah ini? Entah disengaja atau tidak tiba-tiba ia teringat akan masa
kecilnya dahulu, ketika ia bertelanjang bulat dengan tubuh dipenuhi lumpur
berlari-lari mengejar seekor anak sapi yang saat itu induknya sedang dipakai
membajak sawah. Ahhh…kalau diingat-ingat lucu juga saat itu, Aku seperti tidak
mempunyai rasa malu…hahaha.“gerutu Dodo dalam hati..!!”.
Memang
semenjak ia menginjak bangku SMP sampai sekarang ia lulus SMA ia tidak pernah
lagi menginjakan kakinya kesawah ini, mungkin karena ia berpikir bahwa kesawah hanya
akan membuat kulitnya hitam karena sengatan matahari, atau karena gengsi dan
takut teman-teman sekolahnya tau. Sunguh ironis memang, anak muda sekarang
memang lebih suka duduk relax di sebuah salon kecantikan, ataupun sekedar
jalan-jalan ke mall ketimbang membantu meringankan pekerjaan orang tua dan
mereka menganggap hal tersebut adalah wajar dan sudah menjadi sesuatu hal yang
wajib dilakukan sebagai obat penghilang stres. Mereka sama sekali tidak mau tau
betapa susahnya orang tua mencari uang.
“Sudah
gila kamu ya Do??? Bukannya turun kesawah, kamu malah enak-enakan senyum
sendiri di saung ini. Gila kamu”. Bentak Pak Odih. Seketika Dodo kaget, semua
lamunannya lenyap.
“ahhh…Bapak. Kenapa sepertinya seneng banget
mengusik kesenangan orang??” Jawab Dodo sedikit kesal.
“Saung
ini gunanya untuk istirahat melepas rasa lelah sehabis kerja. Kamu memegang
daun padi saja belum sudah enak-enakan melamun disaung ini. Sekarang cepat kamu
ambil jaring yang ada di dalam tas terus kamu pasang di petakan sawah paling
ujung”. Pak Odih memberi intruksi kepada Dodo. “Bawa golok ini untuk mencari
kayu penopang jaring”. Pak Odih menyerahkan golok yang ia bawa kepada Dodo.
Setelah selsai memberi intuksi kepada Dodo kemudian Pak Odih pergi ke ujung
hilir sawah untuk membetulkan saluran air yang dirasanya terlalu deras.
Dari
kejauhan terdengar suara laki-laki paruh baya yang sedang mencari rumput tuntuk
pakan tenaknya menyapa Pak Odih,
“Wah tumben si Dodo mau diajak kesawah?”
teriak laki-laki tersebut. Biasanya kan kerjanya cuma tidur dirumah??”
“Aahhh…habis-habisan
saya paksa. Jawab Pak Odih. Sebagai tetangga dekat Pak Odih mang Warman seolah
sudah mengetahui kebiasaan Dodo sehari-harinya.
Dodo
telah selesai memasang jaring perangkap burung, wajahnya dipenuhi keringat. “Huuhh
capejuga bekerja seperti ini”. Gerutu Dodo dalam hati. Sambil berjalan menuju
saung Dodo melihat kearah bapaknya yang sedang membetulkan saluran air.
“jaringnya
sudang dipasang Pak”. Teriak Dodo.
Bagus,
sekarang kamu tunggu disana, perhatikan jaring kalau-kalu ada burung pipit yang
nyangkut dijaring, bapak akan mengawasi dari sini.” Jawab Pak Odih”.
***
Keadaan
berubah hening, tak ada percakapan antara mereka lagi. Pak Odih yang sedang
sibuk mengurusi pekerjaannya, sementara Dodo sedang tiduran sambil
memberhatikan jaring yang ia pasang. Angin yang berhembus memberi kenikmatan
tersendiri kepada Dodo.
“Ahhh…inilah
nikmatnya kalu tiduran di saung sawah, benar-benar nikmat, tubuh serasa
nyaman”. Gerutu Dodo.
Tanpa
disadari Dodopun tertidur terlelap karena hembusan angin.
Hari
mulai senja, matahari mulai menguning. Belum ada satupun burung pipit yang
nyangkut dijaring yang dijaga Dodo. Sementara Pak Odih sudah selesai dengan
pekerjaannya, terlihat sedang membersihkan badannya yang kotor akibat lumpur.
Sembari menggosok-gosok badanya, Pak Odih menatap kearah saung. Namun ia tidak
melihat keberadaan Dodo. Si Dodo kemana, sepertinya tidak ada disaung. Disuruh
bekerja segitu saja malah kabur.
“Do..do…Pak
Odih berteriak memanggil-mangil nama Dodo”. Merasa tidak mendapat jawaban,
sedikit merasa cemas ia segera berlari kearah saung. Dooo? Pak Odih kembali
memanggil Dodo. Tapi ia merasa lega, karena Dodo ternyata sedang tidur dan
memang kalau dilihat dari kejauhan karena dodo sedang tidur disanung tersebut
terihat seperti tidak ada siapa-siapa. Kemudian ia tiduduk disebelah odih,
sekarang ia tidak tega untuk membangunkan odih, ia hanya menatap wajahnya
sambil berkata, “ Bertanggung jawab juga anak ini, Bapak kira kamu sudah kabur
sejak tadi. Sebenarnya Bapak tidak ingin kamu mengikuti jejak Bapak turun
kesawah menjadi seorang petani. Tapi Bpapak juga tidak ingin kamu menjadi anak
yang tidak mau tau sedikitpun tentang pertanian, karena sebenarnya semua ini
penting dan ada ilmunya. Kamu tidak akan pernah bisa kalau kamu sama sekali
belum pernah mencobanya. Kalau bukan kamu siapa lagi? Harus kuwariskan pada
siapa sawah ini kalau kamu tidak mau mengurusnya? Kamu boleh bercita-cita
menjadi seorang dokter, polisi, guru atau bahkan menjadi seorang presiden
sekalipun, Bapa tidak akan pernah melarang. Bapa justru akan bangga bisa
melihatmu bisa menjadi seorang manusia yang benar-benar manusia. Tapi kamu juga
harus ingat, siapapaun mereka baik itu guru, dokter ataupun polisi tetap saja
mereka membutuhkan sesuap nasi.
Meskipun
sekarang dikatakan jaman modernnisasi tapi tetap saja, manusia bukanlah robot
yang bisa digerakan dengan sebuah batrai ataupun mesin. Mungkin suatu saat para
petani akan kalah, habis dimakan burung pipit yang populasinya terus bertambah.
Sementara para petani akan punah, kehilangan generasi penerus. Sawah-sawah yang
sudah turun-temurun diwariskan akan dijual, disulap menjadi sebuah mall-mall
ataupun pabrik-pabrik”.
“Bicara
apa Bapak ini??” tanya Dodo, mengagetkan bapaknya yang seolah dari tadi
berbicara sendiri.
Kamu
tidak tidur?? “Pak Odih menanya balik”. Tadi sih emang Dodo tidur, tapi
mendengar Bapak berteriak memanggil-manggil nama Dodo, tidur Dodo sedikit
terganggu. Apalagi setelah bapak bicara gak karuan didekat Dodo, mata Dodo
malah semakin melek.
“Trus
kenapa kamu tidak langsung bangun??”
“Ahh
itukan Cuma akal bulus aku saja pak, agar bapak tidak menyuruh-nyuruh aku
lagi!! Haha..
Benar-benar
kurang ajar kamu ya. “bentak Pak Odih”.
Sudah
mulah gelap Pak, ayo sekarang kita pulang. Toh burung pipitnya sekarang sudah
pada pulang. Pak odih bengong, merasakan ada yang berbeda dari sikap dodo.
Owh iya…ayo sekarang kita pulang…!!
“BAPAKU
HEBAT”…teriak dodo sembari bralalan
pulang dan mengacungkan dua jempol tangan ke arah wajah bapaknya.
Angin malam mulai berhembus, diiringi alunan
suara adzan. Mengantarkan kepulangan ayah dan anak yang selalu terlihat tidak
akur. Dan seperti itulah faktanya.